Aku menulis maka aku belajar

Wednesday, May 20, 2020

Refleksi Ibadah Minggu - Gereja Imanuel OSM 26 April 2020


Nats: Injil Yohanes 20:24-29 

Tema Bulanan: Gereja yang memberitakan kematian dan kebangkitan Kristus 

Tema Mingguan: Iman kebangkitan menguatkan pengakuan 

Selamat pagi basudara samua. 

Beta percaya kasih, hikmat dan berkat Tuhan Allah menyertai, menaungi dan melimpahi kehidupan kita semua di tengah masa-masa pergumulan menjalani segala pembatasan aktivitas dengan segala dampaknya sebagai antisipasi kita mencegah penyebaran virus korona ini terhadap diri sendiri juga terhadap keluarga maupun orang-orang terdekat kita. 

Dalam banyak kasus penyebaran virus korona secara massif seperti yang dialami oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Italia, Jerman, Belanda dan beberapa lainnya, korban-korban berjatuhan bahkan hingga menembus angka ribuan hanya dalam hitungan hari dan minggu. Semua itu terjadi bukan karena negara-negara tersebut tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai untuk mengantisipasi dan menghadapi virus korona. Atau tidak adanya ahli dan tenaga medis yang punya kemampuan untuk menangani orang-orang yang tertular virus ini. Sama sekali bukan karena itu. Jadi, apa penyebabnya? Penyebab utamanya hanya adalah “banyak orang yang TIDAK TAHU konsekuensi fatal virus korona ini karena terlambat mendapatkan informasi yang memadai” dan “banyak orang yang TIDAK MAU TAHU dengan berbagai upaya mengantisipasi penyebaran virus korona” serta menganggap dirinya kebal dan tidak mungkin terjangkiti. Orang tidak tahu karena bisa saja tidak mendapat informasi yang tepat. Orang tidak mau tahu karena bisa saja sudah menerima berlimpah informasi dari berbagai sumber tapi tidak bersedia memahami informasi itu dan mematuhi anjuran yang disampaikan.

Beta pernah menerima 1 foto melalui WhatsApp dengan kelakar sebagai berikut:

Data terkini kasus Covid-19: 
Positif: 1 orang 
PDP (Pasien Dalam Pemantauan): 3 orang 
ODP (Orang Dalam Pemantauan): 35 orang 
OST (Orang Sok Tahu): Banya 
OSP (Orang Sok Pintar): Labe Banya 
OKB (Orang Kapala Batu): Paleng Banya 
OKM (Orang Kapala Malawang): Tar Bisa Rekeng Lai 

Memang itu hanya kelakar. Tapi pada sisi lain, itu juga mencerminkan berbagai sikap kita menghadapi ancaman virus korona. Mengapa banyak orang yang tidak mau tahu? Karena ancamannya tidak kelihatan dan dampaknya baru dirasakan dalam waktu yang lama. Ketika semuanya sudah terjadi, menyesal pun tiada arti. Seperti yang dialami oleh negara-negara besar yang tadi telah disebutkan. Orang tidak percaya karena tidak melihat. 

Saudaraku, 

Sikap itu pula yang diperlihatkan oleh Tomas atau Didimus, salah seorang murid Yesus. Ketika rekan-rekan murid lain berkata “Kami telah melihat Tuhan”, Tomas dengan lantang menimpali mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya”. Jadi, kira-kira Tomas ini termasuk kategori OKB (Orang Kapala Batu) dan OKM (Orang Kapala Malawang).

Sikap tidak cepat percaya itu memang sangat manusiawi. Sebab manusia dikaruniai Tuhan dengan otak untuk menimbang dan memutuskan segala hal sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan apa yang bisa dirasakan melalui panca indra. Jika kita tidak merasa butuh, kita tidak mau tahu. Jika kita tidak bisa melihat, mendengar, mencium, memegang sesuatu maka kita tidak mau percaya. Kita tidak ingin salah dalam menerima sesuatu, terutama informasi, yang pada gilirannya membuat kita terjerumus dalam malapetaka.

Bagi para murid Yesus, sulit menerima kenyataan bahwa Yesus sudah mati. Tapi ada harapan yang kembali menyala ketika mereka melihat Yesus menjumpai mereka. Tetapi bagi Tomas khususnya, sulit menerima informasi bahwa Yesus sudah bangkit, bukan karena dia tidak senang Yesus bangkit, tapi karena dia tidak mau berada dalam harapan semu. Oleh karena itu, dia memerlukan bukti seperti pernyataannya tadi pada ayat 25.

Saudaraku, 

Masa-masa setelah Yesus disalib dan mati, adalah masa-masa “karantina” bagi para murid Yesus. Mereka tidak berani pergi kemana-mana dan berhari-hari bahkan berminggu-minggu hanya mengurung diri di rumah masing-masing atau melakukan pertemuan-pertemuan tertutup dan terbatas. Status mereka sebagai murid Yesus membuat mereka menjadi incaran para musuh Yesus dan juga intel-intel Kekaisaran Romawi yang menganggap Gerakan Yesus sebagai kelompok pemberontak yang ingin menggulingkan kekuasaan Romawi saat itu. Maka peristiwa kematian Yesus adalah kenyataan yang mengancam kehidupan para murid Yesus juga.

Tidak hanya itu. Sekarang ditambah lagi dengan berita kebangkitan Yesus. Ini lebih berbahaya. Jika berita kebangkitan Yesus adalah hoax maka ini menjadi ancaman serius bagi para murid karena pengawasan tentara/polisi Romawi akan semakin ketat. Bukan tidak mungkin, para murid akan ditangkap dan dihukum sama seperti Yesus: disalib. Bisa jadi, mereka ditangkap karena difitnah oleh para musuh Yesus sebagai penyebar hoax yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

Di tengah kegalauan antara kenyataan pahit kematian Yesus dan rumor kebangkitan Yesus, kedatangan Yesus yang menjumpai mereka memberi kepastian bahwa ternyata kebangkitan Yesus adalah sebuah kepastian. Dan karena itu adalah kepastian maka harapan hidup mereka menyala kembali. Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit bukan hanya memastikan diri mereka bahwa berita ini bukan hoax, tapi membangkitkan harapan akan masa depan mereka sebagai murid Yesus. Harapan apa? Harapan bahwa mereka harus melanjutkan pemberitaan tentang semua ajaran dan karya Yesus kepada semua orang dan generasi selanjutnya.

Saudaraku,

Di tengah kegalauan antara kenyataan pahit kematian yang membayangi kita melalui ancaman virus korona saat ini, berita kebangkitan Yesus bukanlah hoax yang hanya menjadi cerita tentang masa lalu yang tertulis dalam Alkitab. Kebangkitan Yesus bagi kita saat ini adalah sebuah keyakinan yang pasti bahwa kebangkitan itu membakar kembali sumbu pengharapan akan kehidupan meski situasi dalam 2 bulan ke depan selama masa karantina ini makin sulit secara ekonomi.

Banyak orang yang mulai merasa tidak tahan, tidak betah di rumah, lalu mulai keluyuran kemana-mana. Banyak orang yang menertawakan orang lain yang memakai masker kemana-mana. Banyak orang yang sok tahu, sok pintar, dan sok beriman dengan mengatakan “beta seng mungkin saki karena beta pung iman”. Sikap-sikap itu muncul karena serangan virus korona memang tidak kelihatan. Karena tidak kelihatan maka orang tidak percaya. Persis sama seperti sikap Tomas.

Di tengah kegalauan yang kita rasakan saat ini, Tuhan memperlihatkan bukti. Bukti tangan-Nya yang berlubang paku. Bukti lambung-Nya yang tertikam tombak. Bukti dalam bentuk apa? Bukti dalam bentuk tumbangnya tubuh-tubuh manusia terpapar virus korona. Bukti dalam bentuk rapuhnya kesehatan kita berhadapan dengan virus yang tidak kelihatan tapi mematikan ini. Bukti dalam bentuk bahwa tidak ada satu orang pun – siapapun dia, apapun jabatannya, seberapa besar kekayaannya, seberapa kuat kekuasaannya – yang bisa lolos dari ancaman virus korona ini. Bahkan para saudara dan sahabat dokter dan paramedis, yang sudah dilengkapi dengan APD (Alat Pelindung Diri) yang berlapis-lapis pada tubuhnya pun masih berpotensi tertular virus ini saat melayani para pasien positif COVID-19 di rumahsakit-rumahsakit. Apalagi kita?

Tapi, justru di tengah kenyataan itu, ada harapan yang bangkit karena Tuhan menjumpai kita sama seperti Ia menjumpai Tomas. Yesus tidak mengucilkan Tomas karena ketidakpercayaannya itu. Yesus tidak membuat mukjizat yang membuat luka-luka derita-Nya disalib sembuh tak berbekas. Yesus justru memperlihatkan bekas luka-luka itu kepada Tomas.

Sekarang. Saat ini, Tuhan sedang memperlihatkan luka-luka tubuh kemanusiaan. Luka-luka pada bumi kita. Tuhan sedang menunjukkan bahwa luka-luka itu bukan untuk mematahkan semangat hidup kita, tapi memanggil kita untuk bangkit dan kembali menatap masa depan. Bukan lagi sebagai orang-orang yang KEPALA BATU dan KEPALA BAKU MALAWANG, tapi sebagai orang-orang yang percaya meski tidak melihat, lalu melakukan sesuatu bukan hanya bagi diri kita sendiri tapi juga bagi kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan orang lain. Kebangkitan Yesus di tengah ancaman virus korona ini justru adalah bangkitnya gerakan-gerakan kemanusiaan yang saling mempedulikan, saling berbagi, saling mengingatkan, saling menjaga, dengan mematuhi secara disiplin himbauan protokol kesehatan yang telah disampaikan oleh pemerintah, gereja dan banyak pihak lain.

Sama seperti Tomas, pada akhirnya, kita pun harus mengukuhkan pengakuan “YA TUHANKU DAN ALLAHKU!” Pengakuan iman bahwa kasih pengorbanan Kristus pada salib adalah KASIH YANG MENGHIDUPKAN. Pengakuan iman bahwa kuasa kebangkitan-Nya atas maut adalah KUASA YANG MEMULIHKAN KESEHATAN MANUSIA DAN MEMULIHKAN BUMI INI. Dengan pengakuan iman itu, kita hanya bisa mengatakan YA DAN BENAR. AMIN. Jaga jarak dan pakai masker. Tetemanis sayang dan jaga katong samua.
Read more ...

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces