Sejak tanggal 12-16 Juni saya berada di Kaliurang, Yogyakarta, mengikuti konsultasi teologi Aliansi Internasional Gereja-gereja Reformasi (World Alliance of Reformed Churches). Konsultasi teologi ini merupakan pertemuan gerejawi tingkat regional Asia Tenggara, yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Pertemuan Raya WARC di Grand Rapids, Michigan, Amerika Serikat tahun 2010. Direncanakan pertemuan raya tersebut juga menjadi momentum bersatunya dua lembaga gerejawi Reformasi, yaitu World Alliance of Reformed Churches dan Reformed Ecumenical Churches.
Namun apa yang penting bukanlah hal penyatuan dua organisasi gerejawi tersebut, melainkan komitmen untuk melibatkan diri secara proaktif dalam transformasi masyarakat dunia. Oleh karena itu, pertemuan-pertemuan regional yang berlangsung di beberapa kawasan (region) dipayungi oleh tema utama "Communion and Justice" (Persekutuan dan Keadilan). Tema ini dipandang penting karena konteks global menandakan di mana-mana bahwa hubungan-hubungan kemanusiaan antarbangsa makin retak dan hancur. Nilai-nilai kemanusiaan makin tergusur oleh berbagai kepentingan-kepentingan yang sangat materialistis.
Isu keadilan juga menjadi sorotan dari keprihatinan gereja-gereja Reformasi. Berbagai konflik dan persoalan-persoalan global dilihat sebagai manifestasi dari meluasnya praktik-praktik ketidakadilan. Berbagai praktik ketidakadilan tersebut sebenarnya membuat manusia kehilangan kemerdekaan asasinya sebagai manusia sejati. Ketidakadilan telah melecehkan kemanusiaan sehingga martabat manusia dipermainkan demi keuntungan segelintir orang.
Sebagaimana namanya, pertemuan ini hanyalah bersifat konsultatif di mana delegasi gereja-gereja anggota WARC mendiskusikan berbagai realitas permasalahan yang dihadapi masing-masing gereja; kemudian dari realitas tersebut dibahas refleksi teologis yang dapat menjadi spirit untuk melakukan transformasi sosial yang berkeadilan dan mengembangkan semangat persahabatan sedunia sebagai tanda penghargaan bagi nilai-nilai kemanusiaan yang asasi.
Melalui penelaahan Alkitab dan sharing informasi, para peserta makin menyadari betapa pentingnya gereja-gereja melakukan pelayanan dalam suatu jejaring dan aksi bersama secara konkret. Dari situlah terasa bahwa masalah-masalah yang terjadi dalam konteks lokal seperti yang dihadapi oleh gereja-gereja, tidak didekati dan diselesaikan hanya dengan mengandalkan pendekatan karitatif belaka. Melalui sharing informasi, kemudian disadari bahwa masalah-masalah lokal tersebut, seperti: HAM, kerusakan lingkungan hidup, konflik, dsb, ternyata merupakan jaringan masalah global. Globalisasi telah menyatukan manusia, bahkan menyeragamkan gaya hidup manusia, sekaligus telah menyeret manusia dalam persoalan-persoalan bersama yang saling terikat dan terkait. Apa yang paling nyata dan jelas dirasakan adalah ketidakadilan ekonomi, yang melanda hampir sebagian besar negara-negara dunia ketiga. Ketimpangan ekonomi makin kentara, di mana kekayaan menumpuk hanya di segelintir elite-elite di negara-negara Dunia Pertama (negara industri kaya), sementara lautan kemiskinan makin meluas serta menimbulkan sejumlah persoalan baru yang kompleks.
Oleh karena itulah, gereja-gereja Reformasi di Indonesia bersepakat bahwa penanganan berbagai masalah global tersebut mesti dihadapi bersama dengan suatu komitmen yang kuat pada solidaritas sosial. Namun, solidaritas sosial tersebut tidak akan bertahan lama dan makin meluntur jika gereja-gereja tidak secara konsisten melakukan aksi pada tingkat akar rumput (grass-roots). Refleksi teologi gereja dibangun dari kenyataan kontekstual. Dari kesadaran akan realitas aktual dan kontekstual tersebut, gereja membaca Alkitab. Jadi membaca Alkitab tidak semata-mata sebagai aktivitas individual, namun mesti mengusik kegelisahan gereja untuk memahami dan menghayati konteks hidupnya sendiri pada suatu ruang dan waktu.
Semoga saja gerakan penyatuan dua organisasi gerejawi ini dapat menginspirasi seluruh gereja dan orang Kristen untuk secara serius dan programatis melihat masalah-masalah yang dihadapi oleh gereja. Hanya dengan cara itulah gereja-gereja Indonesia menjadi gereja-gereja yang turut memperkuat fondasi persekutuan sebagai warga gereja dan warga negara. Semua itu dilakukan dengan cita-cita menyatakan keadilan bagi masyarakat dan di tengah-tengah masyarakat nasional maupun global.
No comments:
Post a Comment