Aku menulis maka aku belajar

Sunday, April 21, 2019

The Year Without Summer

10 April 1815, Gunung Tambora meledak dengan menyemburkan 160.000 km2 material vulkanik dengan kandungan sulfur, asap debu dan aerosol hingga mencapai ketinggian 43 m dari kaldera. Erupsi Tambora meluluhlantakkan hutan, kebun dan desa-desa di sekitar lerengnya. Muntahan magma dan awan panasnya melesat dengan kecepatan 700 km/jam membunuh sekitar 70.000 orang dan menghancurkan tiga kerajaan di Sumbawa: Sanggar, Pekat dan Tambora. Guncangan bumi akibat gelegar Tambora menyebabkan gelombang laut tsunami mencapai Flores, Bali, Sulawesi dan Maluku. Magma yang mengalir hingga ke pesisir membentuk dinding batu setinggi 10 m.

Yang lebih dahsyat dari ledakan Tambora 1815 adalah hembusan angin membawa debu vulkanik menutupi hampir separuh bumi. Debu vulkanik bahkan menembus lapisan stratosfer (lapisan kedua setelah troposfer) sehingga menghalangi sinar matahari sampai ke permukaan bumi dan menimbulkan anomali cuaca terutama pada kawasan-kawasan Eropa dan Amerika Utara. Bulan-bulan Juni, Juli dan Agustus 1816 yang seharusnya adalah musim panas (summer) tapi karena anomali cuaca kemudian suhu menjadi sangat ekstrem dingin karena merosot hingga 10 derajat Celcius dari suhu normal, disertai hujan es dan badai salju. Kondisi itu menyebabkan gagal panen besar-besaran dan kelaparan yang parah di Eropa dan Amerika. Suatu bencana yang kemudian dikenal sebagai “the year without summer” (tahun tanpa musim panas) atau “poverty year” (tahun kelaparan). Ratusan ribu orang dan binatang mati. Di Amerika, ribuan keluarga mengungsi dari utara dan “west-coast” ke bagian tengah barat (midwest). Ladang-ladang pertanian pun membeku.

Namun, kisah derita dan kemuraman musim panas yang dingin itu ternyata membangkitkan inspirasi pada beberapa orang untuk menciptakan karya-karya fenomenal yang tak pupus hingga kini. Bahkan menjadi penanda lahirnya kebudayaan dan agama yang baru dalam sejarah kemanusiaan.

Mary Shelley menciptakan novel horor “Frankestein” di Swiss. Di Jerman, Karl von Drais menciptakan moda transportasi menggunakan 2 roda karena kuda-kuda banyak yang mati selama musim panas yang dingin itu. Teknologi moda transportasi yang menjadi cikal-bakal sepeda ini tetap digunakan orang hingga saat ini. Di Amerika, seorang pemuda bernama Joseph Smith, yang mengikuti keluarganya bermigrasi ke “midwest” kemudian membuat aliran baru dalam Kristianitas yang kemudian dikenal sebagai The Church of Jesus Christ of the Latter-Day Saints atau Mormonisme. Kemuraman yang dingin dari “the year without summer 1816” mendorong dirinya melahirkan visi akhir zaman yang tertuang melalui tulisan-tulisan dalam Kitab Mormon.


Bencana alam menghubungkan berbagai kelompok manusia yang hidup di wilayah-wilayah bumi yang berbeda dalam keprihatinan bersama. Penderitaan dan kekalutan hidup yang diakibatkannya mempunyai risiko terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Namun, penderitaan dan kemuraman hidup tidak selalu membawa pada kemurungan yang panjang. Di balik kisah derita dan bencana, selalu ada dorongan untuk melahirkan inspirasi-inspirasi kebudayaan dan spiritualitas baru dalam sejarah kemanusiaan. Pada setiap retakan, akan tampak cahaya yang menyusup sejauh imajinasi kita terbebaskan untuk menjelajah keluasan semesta. Demikianlah kebudayaan dan agama berkembang dalam kehidupan umat manusia.

Selamat Paskah!

No comments:

Post a Comment

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces