Aku menulis maka aku belajar

Tuesday, April 6, 2010

Dawn in Amsterdam

Untunglah Yanes dengan senang hati menerima saya tinggal dulu di kamar kosnya, di seputaran jalan Proklamasi Jakarta Pusat, sampai hari keberangkatan ke Belanda. Dia sendiri pada hari kedatangan saya harus pergi ke Bandung untuk suatu acara bersama rekan-rekannya. Jadilah saya sendirian yang menjaga kamar kosnya. Semua kamar kos kosong karena para penghuninya (sebagian besar mahasiswa STT Jakarta) sedang liburan Paskah. Tak apalah. Cuma sedikit kerepotan cari makan mengingat hari libur warung-warung tutup.

Waktu bertemu Dr Jan Aritonang di kantornya, beliau memang mengatakan saya bisa tinggal di guest-house STT Jakarta. Tapi barang-barang saya sudah telanjur di kamar kos Yanes. Repot lagi kalau musti dikeluarkan dan pindah ke STT Jakarta. Jadi saya memilih untuk tetap di kamar kos Yanes. Gak enak juga sih dengan Yanes. Soalnya sebelum ke Jakarta sudah kontak dia minta untuk bisa tinggal di kamar kosnya sampai hari keberangkatan ke Belanda.

Kemacetan ketika mendekati bandara Soekarno-Hatta cukup mencemaskan. Max Tontey (teman dari Manado) menelepon memberitahu bahwa dia sudah di terminal 2 dan menunggu saya supaya bisa check-in sama-sama. Saya sendiri masih terjebak kemacetan. Untunglah macetnya sudah dekat terminal 2. Setelah berada di antrean panjang pemeriksaan visa saya dan Max (juga ibu Sience) akhirnya sampai di ruang tunggu. Tepat di luar loket pemeriksaan bertemu pak Aritonang dan Yudas Haba. Kami masuk ruang tunggu bersama-sama.

Penerbangan yang panjang dan melelahkan. Hampir 12 jam. Akhirnya, kami mendarat di Internasional Airport Schiphol.

Angin dingin terasa menusuk ketika kami turun dari pesawat (KL 810). Subuh kami mendarat di bandara internasional Schiphol Amsterdam. Kami berlima: Dr Jan Aritonang (STT Jakarta), Yudas Haba (Fak. Teologi UKAW Kupang), Max Tontey (Fak. Teologi UKIT Tomohon), Sientje Loupatty (STT I.S. Kijne Papua) dan saya. Kami mendapat undangan untuk mengikuti Seminar Internasional Arsip Zending oleh salah satu organisasi gereja di Belanda. Saya dijemput oleh Pdt. Verry Patty dan anaknya, Ephraim. Kami langsung menuju ke Haarlem, sementara Ephraim ke Den Haag.

Saya tinggal bersama keluarga Patty-Sapuletej di Haarlem sampai nanti menjelang seminar digelar. Sedangkan teman-teman langsung ke Utrecht naik trein (kereta antarkota). Sebenarnya bisa saja saya ikut teman-teman ke Utrecht, tapi memang sebelumnya ada sedikit perubahan yang tidak sempat saya sesuaikan. Sehingga saya tetap pada rencana tinggal di Haarlem dulu.

Tak banyak yang berubah sejak saya di Belanda 7 tahun silam. Tentu saja tetap ada kenangan-kenangan penuh kesan ketika dulu berjibaku dengan studi di negeri ini tahun 2003. Sampai di Haarlem, saya disambut hangat oleh usi Agu, istri Pdt. Verry Patty, dan Phillip, anak bungsu bung Verry dan usi Agu.

Setelah beristirahat dan makan, saya dan bung Verry pergi mengunjungi beberapa kerabat di Amsterdam (Benjamin Thenu), Barneveld (Oma Mien, bung Ulis Tahamata), dan Mordrecht (bung Jopie Frasiscus). Cukup panjang dan melelahkan perjalanan kami seharian ini. Tapi saya cukup menikmatinya. Kapan lagi bisa mengunjungi mereka? Waktu saya kali ini sangat sempit. Jam sudah menunjukkan pk. 19.00 ketika kami meninggalkan Mordrecht tapi hari masih terang seperti pk. 15.00. Kalau tidak lihat jam, bisa tertipu kita.

No comments:

Post a Comment

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces