Saya sedang "terkagum-kagum" oleh semangat TEMPO yang begitu luar biasa, yang hingga pertengahan tahun ini telah menelorkan empat edisi investigasi seputar Ahok. Pilihan dan bingkai jurnalisme TEMPO adalah bisnis mereka. Saya hanya pembaca dan warga negara yang ingin belajar memahami situasi melalui pembingkaian berita oleh beberapa media. Biasanya, sejauh yang saya tahu, suatu isu khusus yang "aduhai" akan dikemas dalam edisi liputan khusus komplit dari a-z. Tapi soal yang ini sampai empat edisi dengan jarak waktu terbit berdekatan.
Apakah ini efek "semua karena Ahok" seperti tayangan Mata Najwa on-stage beberapa hari lalu? Padahal ada liputan "aduhai" lain seperti goyangan ratusan "orang Indonesia" yang terekam dalam Panama Papers. Namun isu itu seperti tak berbunyi. Apalagi setelah "pukulan balik" Jenderal LBP terhadap pemberitaan "Ada Luhut di Panama Papers". Padahal TEMPO adalah majalah investigasi satu-satunya dari Indonesia yang terlibat dalam penyelisikan jurnalisme Panama Papers, bersama dengan media-media lain luar negeri.
Saya bukan "Ahokers", "Teman Ahok", apalagi saudaranya Ahok. Saya juga bukan warga DKI yang bisa bilang "KTP gue buat Ahok". Demikian pula sebaliknya: saya bukan pembenci (hater) Ahok. Alim ulama agama yang saya anut selalu mengumbar titah haram membenci sesama manusia, malah "kasihilah musuhmu". Saya orang-Indonesia-bukan-Jakarta yang hanya tergerak oleh tafsir-curiga (hermeneutic of suspicion). Apakah liputan semacam ini adalah sebentuk kemasan cita-cita moral "tertentu", yang oleh Nietzsche disebut moral budak ~ bahwa di balik penampilan luarnya yang "baik-baik", moral budak diliputi oleh dendam (ressentiment)?
*Ada Apa Dengan TEMPO?*
*Dengan Apa TEMPO Ada?*
No comments:
Post a Comment