Aku menulis maka aku belajar

Sunday, September 15, 2019

Emanuel Gerrit Singgih: Sumur Inspirasi yang Tak Pernah Surut


Meski dikenal sebagai seorang teolog kawakan di bidang tafsir alkitab namun sebenarnya sulit untuk mengurung keluasan pengetahuannya hanya pada bidang itu. Beta bahkan kerap bertemu EGS, demikian sapaan akrab beliau, pada forum-forum bukan biblika, seperti Studi Institut PERSETIA "Filsafat Timur dan Filsafat Barat" atau forum World Alliance of Reformed Churches (WARC) ketika EGS menyajikan makalah mengenai teologi kontekstual.

Hemat bicara. Tapi sekali mengajaknya berdiskusi, hampir semua ranah keilmuan filsafat dan teologi bisa dijelaskannya dengan jernih. Tulisan-tulisannya terpublikasi luas entah dalam bentuk artikel maupun buku-buku yang selalu menjadi rujukan hampir semua angkatan mahasiswa pada sekolah-sekolah atau fakultas-fakultas teologi di Indonesia. Beberapa teman yang studi lanjut di UKDW dan berada di bawah bimbingannya sering menggambarkan sosoknya sebagai profesor "killer"; suatu hipotesis yang tidak pernah beta percaya karena tidak terverifikasi dalam komunikasi beta dengan EGS.

Beta tidak pernah mengikuti kelasnya di UKDW. Selain di forum-forum seperti yang beta sebutkan di atas, kami bertemu ketika beliau menyajikan kuliah pada klas 2003 di Vrije Universiteit Amsterdam. Tahun 2009, EGS memberi kepercayaan kepada beta untuk menerjemahkan disertasi Frans Wijsen dengan tajuk "Buah-buah Roh: Menjalankan Riset Sosial Partisipatif di Belahan Dunia Selatan" (Duta Wacana Press 2010). Kemudian di ICRS mengikuti matakuliah "Religion, Politics and Sacred Texts in South East Asia" yang dikelola oleh Prof. EGS dan Prof. Amin Abdullah.

Tidak cukup kata-kata di sini untuk mengapresiasi karya-karya EGS. Beta dan Nancy Souisa juga pernah menjadi bagian dari limpahan ilmu dan kebaikan EGS. Semangatnya tampak dari derasnya berbagai ide yang terus mengalir melalui buku-buku terbaru yang terpublikasi hingga tak menyangka bahwa tahun 2019 ini EGS sudah menjelang masa purna baktinya sebagai guru besar teologi di UKDW Yogyakarta. Bagi beta, EGS adalah teladan ketekunan dan kegigihan berteologi kontekstual di Indonesia; ibarat sumur yang tak pernah surut airnya. Beta belajar banyak dari sosok EGS. Dalam hal itu, EGS tampaknya tidak pernah "pensiun". Terima kasih guru EGS!

Foto: IRTI Conference 2019 - Vrije Universiteit Amsterdam

No comments:

Post a Comment

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces