Aku menulis maka aku belajar

Thursday, April 9, 2020

RENJANA: Glenn Fredly Latuihamallo 1975-2020



8 April 2020 tengah malam. Sementara memeriksa hasil kerja para mahasiswa yang dikirim via aplikasi Google Classroom, anak saya di kamar sebelah memberitahu bahwa Glenn Fredly meninggal dunia. Saya kaget. Memang, di antara kami tidak ada hubungan saudara sekandung ataupun saudara jauh. Kami juga tidak pernah bersua langsung. Kekagetan saya semata-mata karena saya adalah salah seorang penikmat berat lagu-lagu Nyong Ambon pemilik suara tenor ini. Seperti juga para penyanyi muda Indonesia lainnya, hampir semua lagu-lagu yang dicipta dan dinyanyikannya bernuansa romantis-syahdu. Bergeliat di genre R&B, GF makin matang dari panggung ke panggung nasional hingga mancanegara. Dalam perjalanan kariernya ia makin menampakkan kedalaman karakter pada pilihan bermusiknya. Selain Iwan Fals dan Franky Siahailatua, saya mengagumi cara GF mengartikulasikan nuansa romansa pada setiap lagunya dengan begitu atraktif seiring lengkingan dan jangkauan nada-nada yang tak terduga. Ia mampu mengukuhkan karakter bermusiknya yang khas dan unik, yang tak mudah diduplikasi oleh penyanyi-penyanyi lain. Syair-syair lagunya penuh variasi diksi yang tak lazim seperti kebanyakan lagu-lagu romansa di Indonesia. Ia mampu mengemas pesan “cinta” melalui diksi-diksi yang menghujam pada nadi rasa manusia sehingga saat mendengarnya ada gugahan rasa cinta dan getir yang menyatu. Simak saja lagu-lagunya seperti "Kasih Putih", "Januari", "Sedih Tak Berujung", “Selesai”, “Kembali ke Awal” dan “Renjana”.


Kekaguman saya pada GF bukan hanya lagu-lagunya yang sarat romansa itu. Banyak karyanya yang membawa penikmat musik ke dunia batinnya sebagai seorang humanis. Tak segarang Iwan Fals dan sesederhana Franky Siahailatua, GF piawai menyusun nada-nada kreatif yang menghentak – seperti karakter R&B-nya – dengan diksi-diksi humanis yang dilandaskan pada roh dan visi bermusiknya yang dirajut bersama kegelisahan identitasnya sebagai seorang manusia Maluku sekaligus Indonesia. Yang menggiringnya pada pencarian akar identitasnya, seperti tiga episode liputan spesial KOMPAS TV dengan tajuk “Musika Foresta”. Liputan itu merekam petualangannya merambah hutan Manusela di Pulau Seram, yang dipercaya oleh rakyat Maluku sebagai sumber jatidiri Maluku (Tengah).

Demikian pula dengan keprihatinannya pada musik Maluku yang mempertemukannya dengan anak-anak muda kreatif “puritan” yang menggawangi Moluccas Hiphop Community (MHC). Perjumpaan yang mendesaknya untuk mengajak MHC berkolaborasi menggelar konser di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta dengan gelar sangar “Beta Maluku”. Ini kemudian menjadi slogan populer di kalangan anak-anak muda Maluku generasi selanjutnya. Ada lagi yang lain. Jauh dari hingar-bingar pernyataan-pernyataan bombastis tentang rekonsiliasi konflik Maluku 1999-2005, GF menggaet sejumlah anak muda Maluku untuk membuat film tentang kehidupan seorang legenda sepakbola Maluku dari Negri Tulehu, yang dikenal sebagai “kampung sepakbola”. Ia mencipta lagu OST (Original Sound Track) dengan tajuk "Tinggikan" untuk film “Cahaya dari Timur” yang sarat dengan diksi-diksi kokoh yang seolah menjadi pilar penyangga identitas Maluku yang saat itu porak-poranda oleh perseteruan tampak tak berujung, dan mengajak untuk melihat secercah harapan dari balik keretakan relasi sosial masyarakat Maluku saat itu.

Keprihatinan humanisnya tidak hanya tampak melalui karya-karyanya, tapi juga dalam keseluruhan hidupnya. Ia turut dalam Gerakan “Save Aru” untuk menggalang dukungan terhadap rakyat Aru menghadapi desakan kooptasi perusahaan multinasional atas tanah dan laut Aru. Dalam dunia pendidikan, GF menjadi seorang musisi Maluku yang memelopori pendirian Program Studi Musik Islami pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon. Tak hanya itu, visi dan misinya untuk bermusik telah menjadi suatu inspirasi pendidikan kehidupan yang menghidupi karya-karya generasi musisi muda di Maluku. GF mampu menjelanak di antara tarikan humanisme dan kapitalisme bisnis rekaman di Indonesia sehingga mampu dengan luwes melepas status selebritas muda yang bergelimang ketenaran dan kekayaan. Ia tetap sederhana dengan topi di kepalanya. Semua orang mudah menemuinya dan sebaliknya ia begitu terbuka menerima ajakan untuk bekerja sama dengan siapa pun, demi perkembangan musik itu sendiri.

Saya tidak pernah bertemu dengan GF. Tapi saya belajar banyak melalui karya-karyanya yang merentang jauh merajut simpul-simpul rasa cinta yang pada hakikatnya menggerakkan setiap manusia untuk menjumpai manusia lainnya. Dalam setiap karyanya, saya sulit menemukan “roman picisan” tapi suatu keagungan cinta yang menggugah manusia melihat dirinya sendiri dan menempatkan liyan sebagai spirit menjaga keagungan itu bersama-sama. Bagi saya, di situlah renjana Glenn Fredly! Renjana yang terus menghidupi lagu-lagunya yang mengendapkan kekuatan pada lapisan dasar rasa kemanusiaan: CINTA.

Senja merah di ujung sana
Lelaki mengingat bijana
Berselimutkan kabut mega
Restu semesta membawamu
Bienvenue mon amour
Sang Bijaksana
Teras maja di atas bukit
Merebak wangi kaledonia
Paris van Java jadi nirwana
Menjadi saksi tentang kita
Bienvenue mon amour
Sang Bijaksana
Memelukmu
Sabda rinduku aku memelukmu
Rebahkan lara
Dalam dekapan
Takkan usai
Dawai-dawai rinduku takkan usai
Sungguh oh mon amour
Engkau Renjana

Rest in Love, Glenn Fredly Latuihamallo!

No comments:

Post a Comment

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces