Aku menulis maka aku belajar

Wednesday, August 29, 2018

Energi Positif

Beta tidak terlalu pusing (apalagi emosi) dengan omongan Shafiq Pontoh (SP). Ocehan tanpa data seperti itu sudah biasa. Orang Ambon bilang “tukel” (tukang kewel). Jangankan dalam obrolan khalayak, dalam kancah akademik atau dunia pendidikan saja banyak dijumpai kasus orang ngomong tidak pakai data akurat atau data kurang atau salah baca data. Omongan SP sama sekali tidak menyinggung saraf ketersinggungan identitas keambonan beta.

Masih banyak kasus atau peristiwa yang lebih menggetarkan saraf-saraf ketersinggungan identitas keambonan atau kemalukuan beta. Masih panas di hati mendengar berita “kelaparan” masyarakat Mausu Ane di Seram Utara; sakit hati melihat ketimpangan pembangunan yang melecehkan asas “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”; muak dengan arogansi sok tuhan yang melecehkan hakikat “ketuhanan yang mahaesa”; tekanan darah tinggi melihat kita makin abai pada “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan “persatuan Indonesia”.

Namun, syukurlah, mengikuti perkembangan perhelatan Asian Games 2018 melalui postingan gambar bung Izaac Tulalessy membuat jiwa jadi adem. Optimisme membuncah. Ternyata di balik kerumitan menata administrasi negara yang masih menyisakan berjubel pekerjaan rumah bagi pemerintah, ada sisi-sisi cerah dan segar melalui prestasi-prestasi luar biasa yang dicapai oleh kontingen AG Indonesia. Capaian prestasi spektakuler ini tentu bukan kerja simsalabim namun menggambarkan komitmen, kerja keras dan persiapan yang panjang-melelahkan. Bagi beta, inilah energi positif yang sangat terasa merajut rasa Indonesia yang jamak identitas dan jamak kepentingan.

Beta membayangkan ratusan juta doa dan harapan dilafaskan bagi kemenangan tim Indonesia yang berjibaku di arena AG2018. Tuhan pun tenang karena meski banyak doa tapi permohonannya satu: Indonesia juara! Maka DIA pun (dalam iman beta) tak segan mencurahkan berkat-Nya. Ini energi positif.

Para atlit pun mempertontonkan wajah dan karakter keindonesiaan yang jamak itu, sambil merengkuhnya sebagai energi positif yang mengukuhkan semangat, solidaritas dan gebrakan-gebrakan “lawamena haulala” serta keberanian “mena-muria”. Agama disimpan dalam hati sebagai katalisator keyakinan, perbedaan budaya menjadi benang yang merajut warna-warni identitas, lelaki dan perempuan terjun bersama dalam satu arena untuk meraih prestasi maximum. Ini energi positif yang luar biasa!

Kelak, saat perhelatan AG2018 ini berakhir, ada guratan energi positif yang semestinya merambah meluas menjadi virus keindonesiaan yang mengerogoti nafsu-nafsu disintegritas nasional dan keserakahan teologis untuk menguasai Tuhan lalu menaklukkan-Nya di bawah panji-panji aneka tagar. Energi positif ini semestinya menggairahkan kita untuk menyongsong perhelatan besar berikut tahun 2019 sebagai momen persaudaraan Indonesia.

Siapa kita?
INDONESIA!

No comments:

Post a Comment

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces