Aku menulis maka aku belajar

Friday, December 5, 2008

Meneropong Sejarah Natal (Bagian I)

Dalam tulisan sebelumnya, "Opa Sinterklas: dari mana datangnya?", saya mencoba berbagi tentang bagaimana si opa itu lahir dan menjadi ikon dari suatu peristiwa atau perayaan Natal di seluruh dunia. Dalam tulisan berikut ini saya ingin membagi sedikit informasi mengenai Natal: Bagaimana proses sejarah dan kultural yang menyertainya hingga diakui menjadi suatu perayaan keagamaan dalam kekristenan. Informasi ini sengaja saya penggal menjadi beberapa tulisan. Klimaksnya nanti - semoga - dengan seluruh informasi historis tersebut kita dapat melihat suatu mosaik kebudayaan yang menjejali perayaan Natal itu sendiri, yang akan kita refleksikan ke dalam pemahaman kultural kita sendiri...

Pada mulanya...

Pertengahan musim dingin sudah lama menjadi suatu masa perayaan di seluruh dunia. Selama berabad-abad sebelum kelahiran Yesus, bangsa-bangsa Eropa telah merayakan terang dan kelahiran pada hari-hari tergelap dalam musim dingin. Banyak orang bergembira selama mengalami titik balik matahari pada musim dingin, ketika mereka beranjak meninggalkan masa-masa terburuk musim dingin dan menanti datangnya hari-hari bersiram cahaya matahari.

Di Skandinavia, kaum Norse merayakan Natal sejak 21 Desember, tepat pada titik balik matahari, sampai Januari. Percaya akan kembalinya matahari, para ayah dan anak-anak laki-laki akan membawa pulang kayu gelondongan yang besar untuk dijadikan kayu bakar. Orang akan berpesta sampai kayu itu terbakar habis, yang membutuhkan setidaknya 12 hari. Kaum Norse percaya bahwa setiap percikan api melambangkan babi atau anak lembu yang akan lahir selama setahun mendatang.

Masa akhir Desember adalah waktu yang tepat untuk melakukan perayaan di sebagian besar wilayah Eropa. Pada saat itu, banyak ternak yang disembelih untuk dimakan dagingnya selama musim dingin. Bagi banyak orang, inilah waktunya dalam setahun ketika mereka dapat mempunyai persediaan daging segar. Selain itu, banyak anggur dan bir yang dibuat selama setahun yang mengalami proses fermentasi dan siap diminum.

Di Jerman, orang menghormati dewa Oden selama liburan pertengahan musim dingin. Orang-orang Jerman takut terhadap dewa Oden, yang mereka percayai terbang di angkasa dan melihat hidup setiap orang, lantas memutuskan siapa yang akan diberkati atau dihukum. Karena Oden menjelajahi angkasa, banyak orang memilih untuk tinggal dalam rumah.

Di Roma, di mana musim dingin tidak separah yang dialami oleh mereka yang tinggal di utara jauh, Saturnalia – liburan untuk menghormati Saturnus, dewa kesuburan – dirayakan. Dimulai pada awal minggu hingga terjadinya titik balik matahari dan berlanjut hingga bulan purnama, Saturnalia adalah saat bersenang-senang, dengan makanan dan minuman yang berlimpah. Masa itu seluruh tatanan sosial masyarakat Roma jungkir-balik. Selama sebulan, para budak menjadi tuan. Para petani memerintah kota. Bisnis dan sekolah ditutup sehingga semua orang dapat bergabung dalam pesta-pora itu.

Sepanjang waktu titik balik matahari musim dingin, rakyat Roma mengadakan Juvenalia, suatu pesta untuk menghormati anak-anak Roma. Selain itu, anggota-anggota kelas atas sering merayakan ulang tahun Mithra, dewa matahari yang tak terkalahkan, pada 25 Desember. Mereka percaya bahwa Mithra, salah seorang anak dewa, lahir di atas batu karang. Bagi sebagian orang Roma, ulang tahun Mithra adalah hari yang kudus pada tahun itu.

Pada masa-masa awal kekristenan, Paskah adalah hari libur utama; kelahiran Yesus tidak pernah dirayakan. Pada abad ke-4, gereja secara resmi memutuskan untuk merayakan kelahiran Yesus sebagai salah satu hari raya. Sayangnya, Alkitab tidak menyebutkan tanggal kelahiran Yesus (suatu fakta yang kemudian oleh kaum Puritan dijadikan alasan untuk menolak perayaan itu). Meskipun beberapa fakta membuktikan bahwa kelahiran Yesus terjadi pada musim semi (mengapa para gembala menjaga ternak di pertengahan musim dingin?), Paus Julius I memilih 25 Desember. Lazim dipercaya bahwa gereja memilih tanggal ini dalam rangka mengadopsi dan memasukkan tradisi-tradisi pagan perayaan Saturnalia. Pertama, Pesta Kelahiran, suatu kebiasaan yang menyebar hingga ke Mesir selama tahun 432 dan ke Inggris pada akhir abad ke-6. Pada akhir abad ke-8, perayaan Natal telah menyebar hingga ke Skandinavia. Saat ini, di gereja-gereja ortodoks Yunani dan Rusia, Natal dirayakan 13 hari setelah tanggal 25 Desember, yang juga mengacu pada Epifani atau Hari Tiga Raja. Inilah hari yang dipercaya bahwa tiga orang bijak akhirnya mendapati Yesus di palungan.

Dengan sekaligus menerima Natal sebagai perayaan titik-balik matahari pada musim dingin, para pemimpin gereja mengembangkan pemahaman yang makin populer dianut, tetapi juga menentukan bagaimana cara merayakannya. Selama Abad Pertengahan, kekristenan sebagian besar telah menggantikan agama pagan. Pada hari Natal, orang-orang Kristen pergi ke gereja, kemudian merayakannya dengan minum-minum. Setiap tahun, seorang pengemis atau pelajar akan dimahkotai sebagai “tuan yang terabaikan” dan setiap orang memainkan perannya masing-masing. Orang miskin akan pergi ke rumah-rumah orang kaya lalu meminta makanan dan minuman yang paling enak. Jika pemilik rumah tidak bisa memenuhi permintaan mereka, para tamu itu akan menggertak mereka dengan kasar. Natal menjadi saat di mana kaum kelas atas membayar utang mereka baik yang nyata maupun imajinatif kepada masyarakat dengan menghibur warga kota yang kurang beruntung.

3 comments:

  1. dalam tradisi (entah dari mana datangnya) kalau ulang tahun selalu bakar lilin lalu tiup kasi mati. itu yang kelly tupan pung puisi, Lilin....
    Ku bakar
    ku tiup
    mati....
    tapi kanapa waktu natal (yang merayakan kelahiran Yesus) seng tiup lilin, tapi bakar sampe lilin habis bu?
    hehehehehehehe
    dangke su kasi komentar di beta pung tapalang lai

    ReplyDelete
  2. Pdt. Kelly Tupan pung puisi
    Lilin...
    Ku bakar
    Ku tiup
    Mati...
    hahahahahahaha
    maksud beta bagaimana dengan tradisi bakar lilin (entah dari mana datangnya? pada moment ulang tahun biasanya lilin dibakar kemudian dimatikan. Tetapi kenapa pada peristiwa natal (yang juga merayakan kelahiran Yesus) lilin justru dibakar tetapi tidak dimatikan?

    ReplyDelete
  3. Wah, itu bagus par jadi satu tulisan lai tu... danke lai.

    ReplyDelete

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces