Setahun lalu saat mendapat kesempatan nyantri sejenak di padepokan Cornell University, momen yang paling menyenangkan adalah duduk ndlosor di lantai Olin Library lantai 2. Di salah satu pojoknya berjejer-bertumpuk novel-novel karya novelis Indonesia. Itu adalah kesempatan membaca novel-novel terutama karya Pramoedya Ananta Toer yang belum sempat kubaca (salah satunya karena "kanker" atau kantong kering). Sesekali membuka-buka buku-buku kecil Kho Ping Ho yang menjadi bacaan favorit sewaktu SMP/SMA di Malang.
Sebagian besar novel Pram sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris (dan beberapa bahasa asing lainnya). Ditulis dalam bahasa Indonesia tapi punya daya dan pesona yang menarik kalangan sastra internasional untuk menerjemahkannya ke berbagai bahasa lain. Tak perlu "keminggris" demikian istilah bung Joss Wibisono. Pustakawan Cornell University, Ben Abel, pun pernah bertutur saat mengajakku berkeliling kampus dan kota mungil Ithaca, Pram pernah diundang oleh Ben Anderson ke Cornell sebagai salah satu narasumber penting mengenai sastra dan sejarah Indonesia.
Kini dunia sastra Indonesia pasca Pram menggeliat ketika novel "Lelaki Harimau" karya Eka Kurniawan mampu menembus nominasi Man Booker International, suatu penghargaan prestisius terhadap karya sastra berbahasa Inggris. Nama Eka (jebolan Fakultas Filsafat UGM) ini pun berjajar dalam nominasi bersama penulis ternama lain, seperti Han Kang (Korsel), Yan Lianke (Cina), Kenzaburo Oe (Jepang), Marie NDiaye (Prancis), Elena Ferrante (Italia), dan Orhan Pamuk (Turki). Dalam dunia sastra internasional, Man booker disebut-sebut berada hanya setingkat di bawah Hadiah Nobel sastra.
Novel ini ditulis dalam bahasa Indonesia. Adalah Ben Anderson, dedengkot kajian Indonesia di Cornell, yang mendesak Eka untuk menerjemahkannya ke bahasa Inggris. Ben Anderson pula yang pada akhirnya mencari koleganya untuk membantu Eka menerjemahkan novel-novelnya, terutama "Lelaki Harimau". Kini "Lelaki Harimau" sudah diterjemahkan ke lima bahasa dan "Cantik Itu Luka" ke 24 bahasa. "Brilliant, tight-knit and frightening village tragedy," demikian catatan Benedict Anderson terhadap "Lelaki Harimau" dalam New Left Review.
Bisik-bisik teman di sebelah: "Ekspresikan saja jiwamu lewat bahasamu. Orang akan merasakannya tanpa kau harus keminggris." Begitukah?
Selamat untuk Eka Kurniawan! Sayang sekali, Eka tak punya akun facebook. "Aku sudah detoksifikasi dari media sosial. Satu-satunya yang aku punya adalah blog, karena blog adalah penemuan yang ajaib... Aku menikmati dan bertahan menulis blog," kilahnya menutup percakapan dengan TEMPO (14-20 Maret 2016).
Aku menulis maka aku belajar
Friday, April 15, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment